• Mei 2024
    S S R K J S M
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  
  • Kategori

Way of getting free dollar.

Free Online Bussines to get Free Dollars.

1.  aglocomails.com

Why Should I join ?

# It is 100% FREE.
# By signing up, you support the company that will change Internet advertising for the better.
# You need nothing more than a working computer connected to the Internet.
# All E-mails are worth 100USD
# If you choose, you can upgrade your account to Premium and earn faster and more !
# For every free member under you – you get 1USD !
# Pay to Click worth 10USD / each
# Just for signup we are giving you 50USD FOR FREE !
# For every member who will upgrade – you will recive 500USD
# You can make money safely, legitimately, and easily.
# We accept members from all over the world ! International members are welcome !
# Minimum payout for free members is 20,000,00 USD – easy to reach.
# You need nothing more than a working computer connected to the Internet.
# By signing up, you support the company that will change Internet advertising for the better !!
# You will recive 10% earnings from your referral work. All will be credited to your account daily.

Let’s Join Now to get free Dollar

To enlist and join please  Copy and Browsing This Site    :

http://www.aglocomails.com/pages/index.php?refid=hana21

Good Luck…. !

2. exclusivemails.net

Please Join With Us… To Get Free Dollar

http://www.exclusivemails.net/pages/index.php?refid=azzahranet

By : Hana21 ( Ang E Man )

Manaqib Al ‘Allamah AsSayyid Muhammad Bin Alawi Al Maliki Alhasani

Sayyid Muhammad Bin Alawi Al Maliki Alhasani

As Sayyid Prof. Dr. Muhammad bin Sayyid ‘Alawi bin Sayyid ‘Abbas bin Sayyid ‘Abdul ‘Aziz al-Maliki al-Hasani al-Makki al-Asy’ari asy-Syadzili lahir di kota suci Makkah pada tahun 1365 H. Pendidikan pertamanya adalah Madrasah Al-Falah, Makkah, dimana ayah beliau Sayyid Alawi bin Abbas al Maliki sebagai guru agama di sekolah tersebut yang juga merangkap sebagai pengajar di halaqah di Haram Makki, dekat Bab As-salam

Ayah beliau, Sayyid Alwi bin Abbas Almaliki (kelahiran Makkah th 1328H), seorang alim ulama terkenal dan ternama di kota Makkah. Disamping aktif dalam berdawah baik di Masjidil Haram atau di kota kota lainnya yang berdekatan dengan kota Makkah seperti Thoif, Jeddah dll, Sayyid Alwi Almaliki adalah seorang alim ulama yang pertama kali memberikan ceramah di radio Saudi setelah salat Jumat dengan judul “Hadist al-Jumah”.
Al’alimul “Allamah Sayyid Alawi Almaliki

Begitu pula ayah beliau Sayyid Alawi adalah seorang Qadhi yang selalu di panggil masyarakat Makkah jika ada perayaan pernikahan.Selama menjalankan tugas da’wah, Sayyid Alwi bin Abbas Almaiki selalu membawa kedua putranya Muhammad dan Abbas. Mereka berdua selalu mendampinginya kemana saja ia pergi dan berceramah baik di Makkah atau di luar kota Makkah. Adapun yang meneruskan perjalanan dakwah setelah wafat beliau adalah Sayyid Muhammad bin Alwi Almaliki dan Sayyid Abbas selalu berurusan dengan kemaslahatan kehidupan ayahnya.

Sebagaimana adat para Sadah dan Asyraf ahli Makkah, Sayyid Alwi Almaliki selalu menggunakan pakaian yang berlainan dengan ulama yang berada di sekitarnya. Beliau selalu mengenakan jubbah, serban (imamah) dan burdah atau rida yang biasa digunakan dan dikenakan Asyraf Makkah.

Setelah wafat Sayyid Alwi Almaiki, anaknya Sayyid Muhammad tampil sebagai penerus ayahnya. Dan sebelumnya ia selalu mendapatkan sedikit kesulitan karena ia merasa belum siap untuk menjadi pengganti ayahnya. Maka langkah pertama yang diambil adalah ia melanjutkan studi dan ta’limnya terlebih dahulu. Beliau berangkat ke Kairo dan Universitas al-Azhar Assyarif merupakan pilihanya. Setelah meraih S1, S2 dan S3 dalam fak Hadith dan Ushuluddin beliau kembali ke Makkah untuk melanjutkan perjalanan yang telah di tempuh sang ayah. Disamping mengajar di Masjidi Haram di halaqah, beliau diangkat sebagai dosen di Universitas King Abdul Aziz- Jeddah dan Univesitas Ummul Qura Makkah bagian ilmu Hadith dan Usuluddin. Cukup lama beliau menjalankan tugasnya sebagai dosen di dua Universiatas tsb, sampai beliau memutuskan mengundurkan diri dan memilih mengajar di Masjidil Haram sambil menggarap untuk membuka majlis ta’lim dan pondok di rumah beliau.

Adapun pelajaran yang di berikan baik di masjid haram atau di rumah beliau tidak berpoin kepada ilmu tertentu seperti di Universitas. Akan tetapi semua pelajaran yang diberikannya bisa di terima semua masyarakat baik masyarakat awam atau terpelajar, semua bisa menerima dan semua bisa mencicipi apa yang diberikan Sayyid Maliki. Maka dari itu beliau selalu menitik-beratkan untuk membuat rumah yang lebih besar dan bisa menampung lebih dari 500 murid per hari yang biasa dilakukan selepas sholat Maghrib sampai Isya di rumahnya di Hay al Rashifah. Begitu pula setiap bulan Ramadan dan hari raya beliau selalu menerima semua tamu dan muridnya dengan tangan terbuka tanpa memilih golongan atau derajat. Semua di sisinya sama tamu-tamu dan murid murid, semua mendapat penghargaan yang sama dan semua mencicipi ilmu bersama-sama.

Dari rumah beliau telah keluar ulama-ulama yang membawa panji Rasulallah ke suluruh pelosok permukaan bumi. Di mana negara saja kita dapatkan murid beliau, di India, Pakistan, Afrika, Eropa, Amerika, apa lagi di Asia yang merupakan sebagai orbit dahwah sayid Muhammad Almaliki, ribuan murid murid beliau yang bukan hanya menjadi kyai dan ulama akan tetapi tidak sedikit dari murid2 beliau yang masuk ke dalam pemerintahan.

Di samping pengajian dan taklim yang rutin di lakukan setiap hari pula beliau telah berusaha mendirikan pondok yang jumlah santrinya tidak sedikit, semua berdatangan dari seluruh penjuru dunia, belajar, makan, dan minum tanpa di pungut biaya sepeser pun bahkan beliau memberikan beasiswa kepada para santri sebagai uang saku. Setelah beberapa tahun belajar para santri dipulangkan ke negara-negara mereka untuk menyiarkan agama.

Sayid Muhammad Almaliki dikenal sebagai guru, pengajar dan pendidik yang tidak beraliran keras, tidak berlebih-lebihan, dan selalu menerima hiwar dengan hikmah dan mauidhah hasanah.thariqahnya.

Dalam kehidupannya beliau selalu bersabar dengan orang-orang yang tidak bersependapat baik dengan pemikirannya atau dengan alirianya. Semua yang berlawanan diterima dengan sabar dan usaha menjawab dengan hikmah dan menklirkan sesuatu masalah dengan kenyataan dan dalil-dalil yang jitu bukan dengan emosi dan pertikaian yang tidak bermutu dan berkesudahan. Beliau tahu persis bahwa kelemahan Islam terdapat pada pertikaian para ulamanya dan ini memang yang di inginkan musuh Islam. Sampai-sampai beliau menerima dengan rela digeser dari kedudukannya baik di Universitas dan ta’lim beliau di masjidil Haram. Semua ini beliau terima dengan kesabaran dan keikhlasan bahkan beliau selalu menghormati orang orang yang tidak bersependapat dan sealiran dengannya, semasih mereka memiliki pandangan khilaf yang bersumber dari al-Quran dan Sunah. Adapun ulama yang telah mendapat gemblengan dari Sayyid Muhammad bin Alwi Almaliki, mereka pintar-pintar dan terpelajar. Di samping menguasai bahasa Arab, mereka menguasai ilmu-ilmu agama yang cukup untuk dijadikan marja’ dan reference di negara-negara mereka. Beliau ingin mengangkat derajat dan martabat Muslimin menjadi manusia yang berperilaku baik dalam muamalatnya kepada Allah dan kepada sesama, terhormat dalam perbuatan, tindakan serta pikiran dan perasaannya. Beliau adalah orang cerdas dan terpelajar, berani dan jujur serta adil dan cinta kasih terhadap sesama. Itulah ajaran utama Sayyid Muhammad bin Alwi Almaliki. Beliau selalu menerima dan menghargai pendapat orang dan menghormati orang yang tidak sealiran dengannya atau tidak searah dengannya

Karya Tulis Beliau

Di samping tugas beliau sebagai da’i, pengajar, pembibing, dosen, penceramah dan segala bentuk kegiatan yang bermanfaat bagi agama, beliau pula seorang pujangga besar dan penulis unggul. Tidak kurang dari 100 buku yang telah dikarangnya, semuanya beredar di seluruh dunia. Tidak sedikit dari kitab2 beliau yang beredar telah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris, Prancis, Urdu, Indonesia dll.

Sayyid Muhammad merupakan seorang penulis prolifik dan telah menghasilkan hampir seratus buah kitab. Beliau telah menulis dalam pelbagai topik agama, undang-undang, social serta sejarah, dan kebanyakan bukunya dianggap sebagai rujukan utama dan perintis kepada topik yang dibicarakan dan dicadangkan sebagai buku teks di Institusi-institusi Islam di seluruh dunia. Kita sebutkan sebahagian hasilnya dalam pelbagai bidang:

Aqidah:

1. Mafahim Yajib an Tusahhah
2. Manhaj As-salaf fi Fahm An-Nusus
3. At-Tahzir min at-Takfir
4. Huwa Allah
5. Qul Hazihi Sabeeli
6. Sharh ‘Aqidat al-‘Awam

Tafsir:

1. Zubdat al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an
2. Wa Huwa bi al-Ufuq al-‘A’la
3. Al-Qawa‘id al-Asasiyyah fi ‘Ulum al-Quran
4. Hawl Khasa’is al-Quran

Hadith:

1. Al-Manhal al-Latif fi Usul al-Hadith al-Sharif
2. Al-Qawa‘id al-Asasiyyah fi ‘Ilm Mustalah al-Hadith
3. Fadl al-Muwatta wa Inayat al-Ummah al-Islamiyyah bihi
4. Anwar al-Masalik fi al-Muqaranah bayn Riwayat al-Muwatta lil-Imam Malik

Sirah:

1. Muhammad (Sallallahu Alaihi Wasallam) al-Insan al-Kamil
2. Tarikh al-Hawadith wa al-Ahwal al-Nabawiyyah
3. ‘Urf al-Ta’rif bi al-Mawlid al-Sharif
4. Al-Anwar al-Bahiyyah fi Isra wa M’iraj Khayr al-Bariyyah
5. Al-Zakha’ir al-Muhammadiyyah
6. Zikriyat wa Munasabat
7. Al-Bushra fi Manaqib al-Sayyidah Khadijah al-Kubra

Usul:

1. Al-Qawa‘id al-Asasiyyah fi Usul al-Fiqh
2. Sharh Manzumat al-Waraqat fi Usul al-Fiqh
3. Mafhum al-Tatawwur wa al-Tajdid fi al-Shari‘ah al-Islamiyyah

Fiqh:

1. Al-Risalah al-Islamiyyah Kamaluha wa Khuluduha wa ‘Alamiyyatuha
2. Shawariq al-Anwar min Ad‘iyat al-Sadah al-Akhyar
3. Abwab al-Faraj
4. Al-Mukhtar min Kalam al-Akhyar
5. Al-Husun al-Mani‘ah
6. Mukhtasar Shawariq al-Anwar

Lain-lain:

1. Fi Rihab al-Bayt al-Haram (Sejarah Makkah)
2. Al-Mustashriqun Bayn al-Insaf wa al-‘Asabiyyah (Kajian Berkaitan Orientalis)
3. Nazrat al-Islam ila al-Riyadah (Sukan dalam Islam)
4. Al-Qudwah al-Hasanah fi Manhaj al-Da‘wah ila Allah (Teknik Dawah)
5. Ma La ‘Aynun Ra’at (Butiran Syurga)
6. Nizam al-Usrah fi al-Islam (Peraturan Keluarga Islam)
7. Al-Muslimun Bayn al-Waqi‘ wa al-Tajribah (Muslimun, Antara Realiti dan Pengalaman)
8. Kashf al-Ghumma (Ganjaran Membantu Muslimin)
9. Al-Dawah al-Islahiyyah (Dakwah Pembaharuan)
10. Fi Sabil al-Huda wa al-Rashad (Koleksi Ucapan)
11. Sharaf al-Ummah al-Islamiyyah (Kemulian Ummah Islamiyyah)
12. Usul al-Tarbiyah al-Nabawiyyah (Metodologi Pendidikan Nabawi)
13. Nur al-Nibras fi Asanid al-Jadd al-Sayyid Abbas (Kumpulan Ijazah Datuk beliau, As-Sayyid Abbas)
14. Al-‘Uqud al-Lu’luiyyah fi al-Asanid al-Alawiyyah (Kumpulan Ijazah Bapa beliau, As-Sayyid Alawi)
15. Al-Tali‘ al-Sa‘id al-Muntakhab min al-Musalsalat wa al-Asanid (Kumpulan Ijazah)
16. Al-‘Iqd al-Farid al-Mukhtasar min al-Athbah wa al-Asanid (Kumpulan Ijazah)

Catatan diatas adalah kitab As-Sayyid Muhammad yang telah dihasilkan dan diterbitkan. Terdapat banyak lagi kitab yang tidak disebutkan dan juga yang belum dicetak.Kita juga tidak menyebutkan berapa banyak karya tulis yang telah dikaji, dan diterbitkan untuk pertama kali, dengan ta’liq (catatan kaki) dan komentar dari As-Sayyid Muhammad. Secara keseluruhannya, sumbangan As-Sayyid Muhammad amat agung.Banyak hasil kerja As-Sayyid Muhammad telah diterjemahkan ke pelbagai bahasa.

Mafahim Yujibu an-Tusahhah (Konsep-konsep yang perlu diluruskan) adalah salah satu kitab karya Sayyid Muhammad, red.) bersinar layaknya suatu kemilau mutiara. Inilah seorang manusia yang menantang rekan-rekan senegaranya, kaum Salafi-Wahhabi, dan membuktikan kesalahan doktrin-doktrin mereka dengan menggunakan sumber-sumber dalil mereka.

Untuk keberanian intelektualnya ini, Sayyid Muhammad dikucilkan dan dituduh sebagai “seorang yang sesat”. Beliau pun dicekal dari kedudukannya sebagai pengajar di Haram (yaitu di Masjidil Haram, Makkah, red.). Kitab-kitab karya beliau dilarang, bahkan kedudukan beliau sebagai professor di Umm ul-Qura pun dicabut. Beliau ditangkap dan passport-nya ditahan. Namun, dalam menghadapi semua hal tersebut, Sayyid Muhammad sama sekali tidak menunjukkan kepahitan dan keluh kesah. Beliau tak pernah menggunakan akal dan intelektualitasnya dalam amarah, melainkan menyalurkannya untuk memperkuat orang lain dengan ilmu (pengetahuan) dan tasawwuf.

Pada akhir hayatnya yang berkenaan dengan adanya kejadian teroris di Saudi Arabia, beliau mendapatkan undangan dari ketua umum Masjidil Haram Syeikh sholeh bin Abdurahman Alhushen untuk mengikuti “Hiwar Fikri” di Makkah yang diadakan pada tg 5 sd 9 Dhul Q’idah 1424 H dengan judul “Al-qhuluw wal I’tidal Ruya Manhajiyyah Syamilah”, di sana beliau mendapat kehormatan untuk mengeluarkan pendapatnya tentang thatarruf atau yang lebih poluler disebut ajaran yang beraliran fundamentalists atau extremist. Dan dari sana beliau telah meluncurkan sebuah buku yang sangat popular dikalangan masyarakat Saudi yang berjudul “Alqhuluw Dairah Fil Irhab Wa Ifsad Almujtama”. Dari situ, mulailah pandangan dan pemikiran beliau tentang da’wah selalu mendapat sambutan dan penghargaan masyarakat luas.

Pada tanggal 11/11/1424, beliau mendapat kesempatan untuk memberikan ceramah di hadapan wakil raja Amir Abdullah bin Abdul Aziz yang isinya beliau selalu menggaris-bawahi akan usaha menyatukan suara ulama dan menjalin persatuan dan kesatuan da’wah.

Beliau wafat hari jumat tanggal 15 ramadhan 1425 dan dimakamkan di pemakaman Al-Ma’la disamping kuburan istri Rasulullah Sayyidah Khadijah binti Khuwailid ra. Dan yang menyaksikan penguburan beliau seluruh umat muslimin yang berada di Makkah pada saat itu termasuk para pejabat, ulama, para santri yang datang dari seluruh pelosok negeri, baik dari luar Makkah atau dari luar negeri.

Semuanya menyaksikan hari terakhir beliau sebelum disemayamkan, semua menyaksikan janazah beliau setelah disembahyangkan di Masjidil Haram ba’da sholat isya yang dihadiri oleh tidak kurang dari sejuta manusia. Begitu pula selama tiga hari tiga malam rumahnya terbuka bagi ribuan orang yang ingin mengucapkan belasungkawa dan melakukan `aza’. Dan di hari terakhir `Aza, wakil Raja Saudi, Amir Abdullah bin Abdul Aziz dan Amir Sultan datang ke rumah beliau untuk memberikan sambutan belasungkawa dan mengucapkan selamat tinggal kepada pemimpin agama yang tidak bisa dilupakan umat.

Semoga kita bisa meneladani beliau. Amien.
Mohon ma’af bila ada kekurangan dan Kesalahan yang ada di tulisan ini.

SEMOGA KITA SEMUA MENDAPATKAN KEBERKAHAN DAN ASROR DARI  AL’ALIMUL ‘ALLAMAH SAYYID MUHAMMAD BIN ALAWI ALMALIKI ALHASANI …..BIBAROKATI  WA ASRORIL FAAAAAAAAAAATIHAH……..( Silakan Baca alfatihah …)

Manaqib Al Imam Al’Allamah Al Habib Abdullah Bin Alwi Bin Muhammad Al Haddad

Manaqib al-Imam al-Habib ‘Abdullah bin ‘Alwi bin Muhammad al-Haddad رضي الله عنه

Manaqib al-Imam al-Habib ‘Abdullah bin ‘Alwi bin Muhammad al-Haddad رضي الله عنه
Sempena Majlis Haul al-Imam al-Habib ‘Abdullah al-Haddad tahun 1430H, maka ambo ingin berkongsi sekelumit manaqib beliau رضي الله عنه. Manaqib serba ringkas ini sebenarnya dah pun ambo paparkan diblog al-Fanshuri sewaktu menceritakan pengalaman ziarah ke Hadramaut. Cuma yang ini, ambo tambah mana yang kurang. Untuk lebih mengenali beliau رضي الله عنه, bacalah kitab-kitab karangannya.
Nasabnya yang mulia: al-Habib Abdullah bin ‘Alawi bin Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad al-Haddad bin ‘Alawi bin Ahmad bin Abi Bakar bin Ahmad bin Abi Bakar al–Thowil bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin al-Faqih Ahmad bin ‘Abdurrahman bin ‘Alawi bin Muhammad Shahib Mirbath bin ‘Ali bin ‘Alwi Khali’ Qasam bin Muhammad bin ‘Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin ‘Isa al-Rumi bin Muhammad an-Naqib bin ‘Ali al-Uraidhi bin Ja’far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin ‘Ali Zain al-‘Abidin bin al-Hussin al-Sibth bin ‘Ali suami Fathimah al-Zahra’ binti Muhammad Rasulullah صلى الله عليه وسلم.
Al-Imam Al-Habib Abdullah bin ‘Alawi bin Muhammad bin ‘Ali al-Haddad رضي الله عنه diputerakan pada malam Itsnain 5 Shafar 1044H (30 Julai 1634M). [ada riwayat yang mengatakan bahwa beliau رضي الله عنه dilahirkan pada malam Khamis 5 Shafar 1044H sebagaimana disebut oleh Thoha bin Hasan bin ‘Abdurrahman as-Seggaf]. Ini sebagaimana disebutkan oleh Syaikh ‘Ahmad bin ‘Abdul Karim al-Hasawi as-Sajjar didalam kitab yang bertajuk Tatsbitul Fuad bi Zikri Kalam Majalis al-Quthub al-Imam ‘Abdullah bin ‘Alawi bin Muhammad al-Haddad, beliau berkata: Beliau رضي الله عنه berkata:
Kami telah menghafaz tarikh kelahiran kami daripada ibu kami. Ibuku berkata: Aku dilahirkan pada malam Itsnain, tanggal 5 Safar, tahun 1044H. Beliau رضي الله عنه bercerita lagi: Seorang jiran wanita membungkusku dengan pakaian ayahku. Malam itu aku menangis dan menjerit-jerit sampai pagi. Lalu ibuku berkata kepada sebahagian wanita yang berada didalam rumah: Cuba engkau lihat, apa terjadi kepada anakku, kenapa dia tidak mahu diam. Wanita itu kemudian memeriksa kain yang membalutku. Ternyata didalamnya terdapat seekor kala jengking yang sangat besar. Badanku merah-merah kerana sengatannya [dalam setengah riwayat mengatakan lebih dari 20 sengatan].
Beliau didlahirkan disebuah perkampungan bernama Subair yang terletak berhampiran dengan kota Tarim di Wadi Hadhramaut, di Selatan Yaman. Beliau membesar didalam lingkungan keluarganya yang terkenal dengan kesholehan.
Ayahnya Habib ‘Alawi bin Muhammad al-Haddad, sejak kecil berada di bawah asuhan ibunya Hababah Salwa, yang dikenal sebagai wanita ahli ma’rifah dan wilayah. Bahkan al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad رضي الله عنه sendiri banyak meriwayatkan kekeramatan ayahnya. Datuk al-Habib Abdullah al-Haddad dari sebelah ibunya Habib Umar bin Ahmad al-Manfar Ba’Alawi yang termasuk ulama yang mencapai darjat ma’rifah yang sempurna. Imam al-Haddad رضي الله عنه meriwayatkan sekitar 45 karamah yang dimilikinya.
Imam al-Haddad رضي الله عنه mendapat didikan awal dari ayahandanya Habib ‘Alawi bin Muhammad al-Haddad dan ibundanya Hababah Salma binti Idrus bin Ahmad bin Muhammad al-Habsyi .
Ketika umurnya 4 tahun, beliau رضي الله عنه telah diserang penyakit cacar hingga menyebabkan beliau buta kedua matanya. Walaubagaimanapun matahati terang benderang. Sewaktu kecilnya beliau tidak menghabiskan masanya dengan bermain sebagaimana anak kecil sebayanya. Beliau رضي الله عنه menghabiskan waktunya dengan menghafal al-Quran, bermujahadah an-Nafs dengan mengerjakan banyak ibadah dan mencari ilmu.
Ayahnya, al-Habib ‘Alawi bin Muhammad al-Haddad wafat pada malam itsnain awal bulan Rajab 1072H. Kemudian disusuli pula oleh ibunya iaitu pada hari Rabu, tanggal 24 Rajab 1072H. Ketika itu Imam al-Haddad sudah berumar 28 tahun.
Guru-gurunya: Diantara guru-guru beliau رضي الله عنه adalah:
al-Habib Muhammad bin ‘Alawi bin Abu Bakar bin Ahmad bin Abu Bakar bin ‘Abdurrahman al-Saqqaf (1002 – 1071H)
Syaikh Abu Bakar bin bin Imam ‘Abdurrahman bin ‘Ali bin Abu Bakar bin Syaikh ‘Abdurrahman al-Saqqaf
al-Habib ‘Aqil bin ‘Abdurrahman bin Muhammad bin ‘Ali bin ‘Aqil bin Syaikh Ahmad bin Abu Bakar bin Syaikh bin ‘Abdurrahman al-Saqqaf
al-Habib ‘Umar bin ‘Abdurrahman al-‘Atthas bin Aqil bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman al-Saqqaf (wafat:1072H).
al-Habib ‘Abdurrahman bin Syaikh Maula ‘Aidid Ba’alawi (wafat: 1068H)
Sayyid Syaikhan bin Imam al-Hussein bin Syaikh Abu Bakar bin Salim
al-Habib Syihabuddin Ahmad bin Syaikh Nashir bin Ahmad bin Syaikh Abu Bakar bin Salim
al-Habib Jamaluddin Muhammad bin Abdurrahman bin Muhammad bin Syaikh al-Arifbillah Ahmad bin Syaikh al-Hussein bin Syaikh al-Quthb al-Rabbani Abu Bakar bin Abdullah al-‘Aydrus (1035-1112H)
Sayyid al-Faqih al-Shufi Abdullah bin Ahmad Ba`alawi al-Asqa’
Sayyid Syaikh al-Imam Ahmad bin Muhammad al-Qusyasyi (wafat 1071H)
Khirqah Sufiyah: Imam al-Haddad رضي الله عنه menerima khirqah sufiyyah, antaranya daripada:
al-Habib ‘Aqil bin ‘Abdurrahman bin Muhammad bin ‘Ali bin ‘Aqil bin Syaikh Ahmad bin Abu Bakar bin Syaikh bin ‘Abdurrahman al-Saqqaf,
al-Habib ‘Umar bin ‘Abdurrahman al-‘Atthas bin Aqil bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman al-Saqqaf (wafat:1072H),
al-Habib Syihabuddin Ahmad bin Syaikh Nashir bin Ahmad bin Syaikh Abu Bakar bin Salim,
al-‘Arifbillah Syaikh Muhammad bin ‘Alawi as-Saqqaf al-Makki
Beliau adalah merupakan Quthub al-Aqtab pada zamannya. Dan ada ulama mengatakan bahwa beliau رضي الله عنه menduduki makam tersebut hampir 60 tahun.
Murid-muridnya: Murid-murid beliau, antaranya:-
al-Habib Hasan bin ‘Abdullah al-Haddad (anak beliau);
al-Habib Ahmad bin Zein al-Habsyi;
al-Habib ‘Abdurrahman bin ‘Abdullah Balfaqih;
al-Habib Muhammad bin Zein bin Smith;
al-Habib ‘Umar bin Zein bin Smith;
al-Habib ‘Umar bin ‘Abdurrahman al-Bar;
al-Habib ‘Ali bin ‘Abdullah bin Abdurrahman al-Saqqaf;
al-Habib Muhammad bin ‘Umar bin Thoha ash-Shafi al-Saqqaf;
Syaikh Ahmad bin Abdul Karim al-Hasawi asy-Syajjar
Al-Faqih BaJubair – beliau adalah merupakan guru kepada Imam al-Haddad dalam ilmu fiqih namun setelahnya ulama ini bellajar kitab Ihya kepada Imam al-Haddad. Imam al-Haddad berkata: Setelah kembali ke Hadramaut (dari India) dia belajar Ihya kepadaku. Aneh sekali! Dahulu aku belajar fiqih kepadanya, namun sekarang dia belajar ihya kepadaku.
dan ramai lagi
Penulisan: Beliau رضي الله عنه mula menulis ketika berumar 25 tahun dan karya terakhir beliau ditulis pada ketika usianya 86 tahun. Karya al-Habib Abdullah bin ‘Alawi al-Haddad, antaranya:-
Risalah al-Muzaakarah ma’a al-Ikhwan al-Muhibbin min Ahl al-Khair wa ad-Din (رسالة المذاكرة مع الإخوان المحبين من أهل الخير والدين) – kitab ini selesai ditulis pada hari Ahad sebelum waktu Dhuhur, akhir bulan Jumadilawwal 1069H.
Risalah al-Mu’aawanah wa al-Mudzaaharah wa al-Mu`aazirah li ar-Raghibin minal Mu’minin fi Suluki Thoriqil Akhirah (رسالة المعاونة والمظاهرة والمؤازرة للراغبين من المؤمنين في سلوك طريق الأخرة) – kitab ini selesai ditulis pada tahun 1069H, sewaktu beliau berusia 26 tahun. Dan ditulis atas permintaan Habib Ahmad bin Hasyim al-Habsyi.
Risalah Aadab Suluk al-Murid (رسالة آداب سلوك المريد) – kitab ini selesai penulisannya pada tanggal 7 atau 8 Ramadhan, tahun 1071H.
Ithaf as-Saail bi Jawaab al-Masaail (إتحاف السائل بجواب المسائل) – kitab ini adalah merupakan kumpulan jawaban atas pelbagai persoalan yang diajukan kepada beliau oleh Syaikh ‘Abdurrahman Ba’Abbad asy-Syibaami. Dan ianya ditulis sewaktu Imam al-Haddad berkunjung ke Dau’an pada tahun 1072H. Kitab ini mengandungi 15 pertanyaan dengan jawaban dan ulasan yang mendalam dari Imam al-Haddad. Selesai ditulis pada hari Jum’at, 15 Muharram 1072.
An-Nashoih ad-Diniyah wa al-Washoya al-Imaniyah (النصائح الدينية والوصايا الإيمانية) – kitab ini beliau tulis pada usia 45 tahun. Selesai ditulis pada hari Ahad, 22 Sya’ban 1089H. Kitab ini mendapat pujian dari para ulama kerana ianya merupakan suatu ringkasan daripada Ihya. Kata-kata di dalam kitab ini mudah, kalimatnya jelas, perbahasannya sederhana dan disertai dengan dalil yang kukuh. Sesuai dibaca oleh orang awwam dn juga khawas.
Sabil al-Iddikar wa al-I’tibaar bima Yamurru bi al-Insan wa Yanqadhi lahu min al-’A’maar (سبيل الإدكار والا عتبار بما يمر بالإنسان وينقضي له من الأعمار) – terdapat perbedaan pendapat mengenai usia Imam Haddad menulis kitab ini. Ada yang mengatakan pada ketika beliau berusia 60 tahun (1104H) atau 63 tahun (1107H). Dan ada yang mengatakan kitab ini diselesaikan pada hari Ahad 29 Sya’ban 1110H. Kitab ini membahaskan mengenai fasa-fasa hidup manusia.
Ad-Da’wah at-Tammah wa at-Tazkirah al-‘Ammah (الدعوة التامة و التذكرة العامة) – kitab ini diselesaikan oleh Imam al-Haddad pada usia beliau 70 tahun. Selesai ditulis pada pagi Jum’at 27 atau 28 Muharram 1114H.
An-Nafais al-‘Uluwiyyah fi al-Masaail as-Shufiyyah (النفائس العلوية في المسائل الصوفية) – kitab ini selesai ditulis pada hari Khamis, bulan Dhulqaedah 1125H. Usia Imam al-Haddad pada ketika ini adalah 81 tahun. Kitab ini membahaskan masalah yang berkaitan dengan shufi.
Al-Fushul al-‘Ilmiyyah wa al-Ushul al-Hikamiyah (الفصول العلمية والأصول الحكمية) – kitab ini selesai ditulis pada 12 Shafar 1130H iaitu ketika Imam al-Haddad berusia 86 tahun iaitu 2 tahun sebelum kewafatan beliau.
Kitab al-Hikam (كتاب الحكم )
Mukhatabat wa Washoya ( مكاتبات و وصايا )
Wasilah al-‘Ibaad ila Zaad al-Ma’aad (وسيلة العباد إلى زاد المعاد);
Ad-Durr al-Mundzum li Zaawil ‘Uqul wa al-Fuhuum (الدر المنظوم لذوي العقول والفهوم);
Tastbitul Fuad ( تثبيت الفؤاد)- dikumpul oleh murid beliau Syaikh Ahmad bin Abdul Karim al-Hasawi asy-Syajjar)
Kebanyakkan karya beliau telah diterjemahkan ke bahasa Inggeris , Perancis dan juga bahasa Indonesia dan Malaysia.
Ibadahnya: Beliau رضي الله عنه sangat bersungguh-sungguh didalam mengerjakan ibadah dan mujahadah an-Nafs sedari usianya masih kanak-kanak. Pada bidayahnya beliau mengunjungi seluruh masjid di kota Tarim untuk beribadah. Beliau sentiasa berjaga malam untuk mengerjakan ibadah. Hampir 40 tahun beliau bersholat shubur dengan wudhu` sholat ‘Isya`. Banyak berzikir dan membaca al-Quran. Biji tasbihnya berjumlah 1000 biji. Beliau menunaikan ibadah haji pada tahun 1079H, iaitu ketika berusia 35 tahun. Beliau juga mengambil kesempatan tersebut untuk bertemu para ulama di Haramain.
Akhlaqnya: Akhlaqnya mencontohi akhlaq datuknya, Rasulullah صلى لله عليه وآله وسلم samaada pada perkataan atau perbuatannya. Terkenal sebagai seorang yang pemurah. Sentiasa manis bibirnya dengan senyuman dan menngembirakan orang lain. Sangat memberi perhatian kepada penuntut ilmu dan majlis ilmu. Membalas kejahatan dengan kebaikan. Sangat wara’ dalam perkara-perkara syubhat. Kalau memberi upah beliau akan memberi lebih tinggi daripada yang diharapkan. Beliau رضي الله عنه juga adalah seorang yang sangat menyayangi kaum faqir miskin. Beliau pernah berkata: Andaikata aku berupaya atau mampu, tentu akan aku penuhi keperluan semua kaum miskin, sebab pada awalnya, agama ini ditegakkan oleh kaum mu’minin yang lemah. Beliau juga berkata: Dengan sesuap makanan tertolaklah berbagai bencana.
Beliau رضي الله عنه seorang yang tidak menyukai kemasyhuran atau kemegahan dan tidak suka dipuji. Beliau berkata: Banyak orang membuat syair-syair untuk memujiku. Sesungguhnya aku hendak mencegah mereka, tetapi aku khuatir tidak ikhlas dalam berbuat demikian. Maka kubiarkan mereka berbuat sekehendaknya. Dalam hal ini aku lebih suka meneladani Nabi صلى الله عليه وآله وسلم kerana Baginda pun tidak melarang ketika shahabat Baginda membacakan syair-syair pujian kepada Baginda.
Oleh kerana beliau رضي الله عنه seorang khumul, menghindari syuhrah (kemasyhuran), sangat tidak suka orang membicarakan karamahnya maka beliau pernah memerintahkan muridnya melupuskan (dengan menghanyutkan kesungai) 2 jilid kitab disusun yang menyebut tentang karamahnya. Dan beliau selalu mennashihati muridnya untuk tidak melakukan ibadah untuk mendapatkan karamah.
Beliau رضي الله عنه juga suka mendirikan masjid, antara yang dibinanya adalah Masjid al-Awwabin, Masjid al-Abrar, Masjid al-Abdal, Masjid al-Fath, Masjid at-Tawwabin dan Masjid Ba’Alawi di Basyon.
Karamahnya: Al-Habib ‘umar bin Zain bin Sumaith mengatakan bahwa seorang waliyullah yang hidup sezaman dengan al-Imam ‘Abdullah bin ‘alawi al-Haddad dan bermuqim di Mekah – sehari setelah kewafatan Imam al-Haddad – telah memberitahu kepada sejumlah orang di Mekah bahwa semalam Imam al-Haddad telah wafat. Ketika ditanya, darimana waliyullah itu tahu hal tersebut, maka beliau menjawab: Tiap hari siang dan malam, saya melihat beliau (Imam al-Haddad) selalu datang thawaf Ka’bah (padahal Imam al-Haddad berada di Tarim). Hari ini aku tidak melihatnya lagi, kerana itu aku mengetahui bahwa beliau sudah wafat.
Pujian Ulama Keatasnya: Mufti Hadhramaut, Habib ‘Abdur Rahman bin Muhammad bin Husain bin ‘Umar al-Masyhur Ba ‘Alawi dalam Ghaayatu Talkhish al-muraad min fatawa Ibni Ziyaad menyatakan bahawa Imam a-Haddad رضي الله عنه adalah merupakan mujaddid kurun ke-11H. Pada halaman 293 – 294 di pinggir Bughyatul Mustarsyidin, beliau menyatakan:- [Masalah] Hadits “Bahawasanya Allah akan membangkitkan buat umat ini pada awal setiap 100 tahun orang yang akan memperbaharui (mentajdidkan) agama umat ini (yakni yang akan memperbaharui pegangan dan keyakinan umat terhadap agama mereka),” dikeluarkan hadits ini oleh Imam Abu Dawud dan Imam al-Hakim dan selain kedua mereka. Dan dalam lafaz lain dinyatakan “Pada setiap 100 tahun seorang lelaki daripada ahli baitku,” sebagaimana dinyatakan oleh Imam Ahmad. Berkata Imam as-Sayuthi, hadits ini adalah masyhur dengan diriwayatkan oleh para hafiz yang muktabar. Maka mujaddid bagi:-
Kurun pertama: Sayyidina ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz;
Kurun ke-2: Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi`i;
Kurun ke-3: Ibnu Suraij atau al-Asy’ari;
Kurun ke-4: ash-Sha’luki atau Abu Hamid al-Isfaraini atau Qadhi Abu Bakar al-Baaqilani;
Kurun ke-5: Imam al-Ghazali tanpa ada khilaf;
Kurun ke-6: al-Fakhrur Razi atau ar-Rifaa`i;
Kurun ke-7: Ibnu Daqiiqil ‘Eid;
Kurun ke-8: al-Bulqini dan Zainuddin al-’Iraqi atau Ibnu Bintil Mailaq;
Kurun ke-9: Syaikh Zakaria al-Anshari sebagaimana dinyatakan oleh guru kami ath-Thanbadaawi dan adalah Imam asy-Sayuthi telah menisbahkan tajdid kepada dirinya (yakni menyatakan dirinya sebagai mujaddid), dan tiada syak bahawa Syaikh Zakaria lebih memberi manfaat (buat umat) dan lebih masyhur, maka dialah mujaddid ke-9 ini, insya-Allah;
Kurun ke-10: yang aku jumpa daripada keterangan para masyaikh bahawa mujaddid kurun ini ialah Syaikh Ahmad bin Hajar al-Haitami atau Imam Muhammad ar-Ramli, dan dirajihkan oleh sebahagian ulama bahawa mujaddidnya ialah Imam Muhammad ar-Ramli kerana Imam Ibnu Hajar meninggal sebelum berlalu kurun (yakni Imam Ibnu Hajar meninggal di akhir kurun dan tidak bertemu dengan awal kurun yang baru);
Kurun ke-11: Sayyidinal Quthub ‘Abdullah bin ‘Alawi al-Haddad ‘Alawi;
Kurun ke-12: al-Quthub Ahmad bin ‘Umar bin Sumaith Alawi. [petikan dari blog Ustaz Abu Muhammad – Bahrusshofa]
Seorang ulama menggambarkan kedudukan beliau dengan ungkapan: Didalam dunia tasawwuf Imam al-Ghazali ibarat pemintal kain, Imam ‘Abdul Wahab asy-Sya’rani ibarat tukang potong dan al-Habib Abdullah bin ‘Alawi al-Haddad adalah penjahitnya.
Syaikh Hussin bin Muhammad BaFadhal al-Makki (wafat 1087H) mengatakan: Bahwa ada 3 tokoh pada masanya. Pertama, yang halnya menutupi maqalnya iaitu Al-Habib Muhammad bin ‘Alwi al-Saqqaf (mufti Mekah), kedua yang maqalnya menutupi halnya iaitu Syaikh Ahmad al-Qusyasyi (mufti Madinah, wafat 1071H), dan ketiga, yang sampai pada darjah sempurna diantara hal dan maqalnyanya itu al-Imam al-Habib ‘Abdullah bin ‘Alawi al-Haddad. Syaikh Hussin baFadal juga mengatakan: Dia (Imam al-Haddad) adalah lautan bathin dan dzahir.
Al-Habib Abu Bakar al-Jufri (wafat 1089H) mengatakan: Aku telah berkumpul dengan lebih dari 40 orang waliyullah, tetapi aku tidak pernah mneyaksikan seperti Sayyid ‘Abdullah al-Haddad, dan tidak ada pula yang mengunggulinya. Dia ialah Nafas Rahmani.
Kewafatannya: Khamis 27 Ramadhan 1132H, beliau mula sakit dan sakitnya berlanjutan selama 40 hari sampai akhirnya pada malam Selasa 7 Dzulqaedah 1132H (bersamaan 10 September 1720M), al-Habib Abdullah bin ‘Alawi bin Muhammad bin ‘Ali al-Haddad رضي الله عنه dijemput Allah kehadratNya ketika berusia 89 tahun. Makam beliau رضي الله عنه terletak di kawasan pemakaman Zanbal, di kota Tarim. Semoga Allah melimpahkan rahmatNya kepada ruhnya dan memberi manfaat kepada kita dengan ilmu-ilmunya
اَلَّلهُمَّ انْشُرْنَفَحَاتِ الِّرضْوَانِ عَلَيْهِ، وَأَمِدَّنَا بِالأَسْرَارِ الَّتِي أَوْدَعْتَهَالَدَيْهِ. اَلَّلهُمَّ صَلِّ عَلىَ جَدِّهِ النَّبِيِّ الأَمِيْنَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعْيْنَ
Ya Allah! Sebarkanlah hembusan keredhaanMu ke atasnya dan limpahkanlah ya Allah, kepada kami segala rahsia yang Engkau simpan disisinya. Ya Allah! Kurniakanlah rahmat dan kesejahteraan keatas nendanya, Nabi al-Amin, penghulu kami Muhammad صلى الله عليه وآله وسلم dan keatas keluarga dan shahabat-shahabatnya sekalian
الفاتحة إلى حضرة النبي محمد صلى الله عليه وآله وسلم وإلى روح سيدنا قطب الإرشاد وغوث العباد والبلاد الحبيب عبد الله بن عاوي بن محمد الحداد وأصوله وفروعهم أن الله يعلي درجاتهم في الجنة ويكثر من مثوباتهم ويضاعف حسناتهم ويحفظنا بجاههم وينفعنابهم ويعيد علينا من بركاتهم وأسرارهم وأنوارهم وعلومهم ونفحاتهم في الدين والدنيا والآخرة – الفاتحة
Sebagai mengakhiri manaqib ringkas Imam al-Haddad, ambo bawakan sepotong nashihat beliau yang sangat berharga untuk panduan kita ….. dari himpunan syair beliau berjudul ad-Durrul Mandzum yang ambo petik dari blog Ustaz Abu Muhammad (Bahrusshofa)
Jika kau ingin hidup bahagia sepanjang umurmu dan setelah mati, kuburmu dijadikan taman syurga;
Dan engkau dibangkitkan tatkala tiupan sangkakala dalam keadaan aman dari rasa takut, terancam, terusir dan dari kerugian;
Dan dihadapkan (kepada Allah) dalam kemuliaan dan keagungan, diberi khabar gembira oleh para malaikat dengan kejayaan dan ganjaran pahala;
Dan diberatkan timbangan amalanmu dengan amalan-amalan yang menggembirakan engkau di Padang Mahsyar;
Dan engkau melintasi sepantas kilat titian ash-Shirath, serta meneguk minuman dari telaga Nabi al-Mustofa yang suci;
Dan hidup kekal dalam syurga-syurga yang tinggi penuh keni’matan, mendapat bahagian untuk dekat dengan Tuhan yang Satu, Maha Esa dan Tunggal;
Dan engkau melihatNya dengan matamu dalam keadaan Dia Maha Suci dari bertempat, dari kaifiyyat, dari had dan batasan;
Maka perelokkan keyakinanmu, kerana sesungguhnya apabila keyakinan telah sempurna, yang ghaib akan nampak nyata tanpa diengkari;
Dan jadikanlah Asy’ariyyah sebagai pegangan i’tiqadmu, kerana sesungguhnya ia adalah sumber minuman yang suci bersih dari penyimpangan dan kekufuran;
Dan telah menyusun Quthubul Imam sandaran kita, ‘aqidahnya yang merupakan penawar bagi segala marabahaya;
Dan orang yang kumaksudkan dengannya itu ialah satu-satunya yang disifatkan dengan gelaran Hujjatul Islam (yakni Imam al-Ghazali رحمه الله ), maka sudah sepatutnya engkau berasa bangga.

Al Habib Al Imam Abdullah bin Alawi Al Haddad dilahirkan  pada malam Kamis
5 Shafar 1044 H di pinggiran kota Tarim, sebuah kota terkenal di
Hadhramaut, Yaman. Beliau bermadzhab Syafi‘i. Nasabnya bersambung
sampai kepada Sayidina Ali bin Abi Thalib RA, suami Sayyidatuna Fatimah binti
Rasulillah SAW.
Ayahnya, Al Habib Alawi bin Muhammad
adalah seorang yang saleh dari keturunan orang-orang saleh. Di masa
mudanya, beliau berkunjung ke kediaman Habib Ahmad bin Muhammad
Al-Habsyi Shôhibusy Syi‘ib untuk memohon doa, Habib Ahmad berkata,
“Anak-anakmu adalah anak-anak kami juga, mereka diberkahi Allah.”
Saat
itu Habib Alwi tidak mengerti maksud ucapan Habib Ahmad. Namun, setelah
menikahi Salma, cucu dari Habib Ahmad bin Muhammad, Habib Alwi baru
sadar bahwa rupanya perkawinan ini yang diisyaratkan oleh Habib Ahmad
bin Muhammad dalam ucapannya.
Sebagaimana
suaminya, Salma adalah seorang wanita yang sholihah. Dari istrinya ini,
Habib Alwi mendapat putra-putri yang baik dan saleh, di antaranya
adalah Abdullah.
Ketika Habib Abdullah berusia 4
tahun, ia terserang penyakit cacar. Demikian hebat penyakit itu hingga
butalah kedua matanya. Namun, musibah ini sama sekali tidak mengurangi
kegigihannya dalam menuntut ilmu. Ia berhasil menghapal Quran dan
menguasai berbagai ilmu agama ketika terhitung masih kanak-kanak.
Rupanya Allah berkenan menggantikan penglihatan lahirnya dengan
penglihatan batin, sehingga kemampuan menghapal dan daya pemahamannya
sangat mengagumkan.
Beliau sejak kecil gemar
beribadah dan riyâdhoh. Nenek dan kedua orang tuanya seringkali tidak
tega menyaksikan anaknya yang buta ini melakukan berbagai ibadah dan
riyâdhoh. Mereka menasihati agar ia berhenti menyiksa diri. Demi
menjaga perasaan keluarganya, si kecil Abdullah pun mengurangi ibadah
dan riyâdhoh yang sesungguhnya amat ia gemari. Ia pun kini memiliki
lebih banyak waktu untuk bermain-main dengan teman-teman sebayanya.
“Subhânallôh, sungguh indah masa kanak-kanak…,” kenang beliau suatu
hari.
Di kota Tarim, beliau tumbuh dewasa.
Bekas-bekas cacar tidak tampak lagi di wajahnya. Beliau berperawakan
tinggi, berdada bidang, berkulit putih, dan berwibawa. Tutur bahasanya
menarik, sarat dengan mutiara ilmu dan nasihat berharga.
Beliau
sangat gemar menuntut ilmu. Kegemarannya ini membuatnya sering
melakukan perjalanan untuk menemui kaum ulama. Beliau ra berkata, “Apa
kalian kira aku mencapai ini dengan santai? Tidak tahukah kalian bahwa
aku berkeliling ke seluruh kota-kota (di Hadramaut) untuk menjumpai
kaum sholihin, menuntut ilmu dan mengambil berkah dari mereka?”
Beliau
juga sangat giat dalam mengajarkan ilmu dan mendidik murid-muridnya.
Banyak penuntut ilmu datang untuk belajar kepadanya. Suatu hari beliau
berkata, “Dahulu aku menuntut ilmu dari semua orang, kini semua orang
menuntut ilmu dariku.”
“Andaikan penghuni zaman
ini mau belajar dariku, tentu akan kutulis banyak buku mengenai makna
ayat-ayat Quran. Namun, di hatiku ada beberapa ilmu yang tak kutemukan
orang yang mau menimbanya.”
Habib Abdullah
mengamati bahwa kemajuan zaman justru membuat orang-orang saleh
menyembunyikan diri; membuat mereka lebih senang menyibukkan diri
dengan Allah. “Zaman dahulu keadaannya baik. “Dagangan” kaum sholihin
dibutuhkan masyarakat, oleh karena itu mereka menampakkan diri. Zaman
ini telah rusak, masyarakat tidak membutuhkan “dagangan” mereka, karena
itu mereka pun enggan menampakkan diri,” papar beliau.
Beliau
sangat menyayangi kaum fakir miskin. “Andaikan aku kuasa dan mampu,
tentu akan kupenuhi kebutuhan semua kaum fakir miskin. Sebab pada
awalnya, agama ini ditegakkan oleh orang-orang mukmin yang lemah.”
Beliau juga berkata, “Dengan sesuap (makanan) tertolaklah berbagai bencana.”
Beliau
gemar berdakwah, baik dengan lisan maupun tulisan, kemudian
mencontohkannya dalam amal perbuatan. Kegemarannya berdakwah
menyebabkan ia banyak bergaul dan melakukan perjalanan. “Sesungguhnya
aku tidak ingin bercakap-cakap dengan masyarakat, aku juga tidak
menyukai pembicaraan mereka, dan tidak peduli kepada siapa pun dari
mereka. Sudah menjadi tabiat dan watakku bahwa aku tidak menyukai
kemegahan dan kemasyhuran. Aku lebih suka berkelana di gurun Sahara.
Itulah keinginanku; itulah yang kudambakan. Namun, aku menahan diri
tidak melaksanakan keinginanku agar masyarakat dapat mengambil manfaat
dariku.”
Keaktifannya dalam mendidik dan
berdakwah membuatnya digelari Quthbud Da’wah wal Irsyâd. Beliau
berkata, “Ajaklah orang awam kepada syariat dengan bahasa syariat;
ajaklah ahli syariat kepada tarekat (thorîqoh) dengan bahasa tarekat;
ajaklah ahli tarekat kepada hakikat (haqîqoh) dengan bahasa hakikat;
ajaklah ahli hakikat kepada Al-Haq dengan bahasa Al-Haq, dan ajaklah
ahlul haq kepada Al-Haq dengan bahasa Al-Haq.”
Dalam
kehidupannya, beliau juga sering mendapat gangguan dari masyarakat
lingkungannya. “Kebanyakan orang jika tertimpa musibah penyakit atau
lainnya, mereka tabah dan sabar; sadar bahwa itu adalah qodho dan qodar
Allah. Tetapi jika diganggu orang, mereka sangat marah. Mereka lupa,
bahwa gangguan-ganguan itu sebenarnya juga merupakan qodho dan qodar
Allah, mereka lupa bahwa sesungguhnya Allah hendak menguji dan
menyucikan jiwa mereka. Nabi saw bersabda, “Besarnya pahala tergantung
pada beratnya ujian. Jika Allah mencintai suatu kaum, Ia akan menguji
mereka. Barang siapa ridho, ia akan memperoleh keridhoan-Nya; barang
siapa tidak ridho, Allah akan murka kepadanya.”
Habib
Abdullah mengetahui bahwa ada beberapa orang yang memakan hidangannya,
tetapi juga memakinya. “Perbuatan mereka tidak mempengaruhi sikapku.
Aku tidak marah kepada mereka, bahkan mereka kudoakan.”
Habib
Abdullah tidak pernah menyakiti hati orang lain, apabila beliau
terpaksa harus bersikap tegas, beliau kemudian segera menghibur dan
memberikan hadiah kepada orang yang ditegurnya. “Aku tak pernah
melewatkan pagi dan sore dalam keadaan benci atau iri pada seseorang,”
kata Habib Abdullah.
Beliau lebih suka
berpegang pada hadis Nabi saw: “Orang beriman yang bergaul dengan
masyarakat dan sabar menanggung gangguannya, lebih baik daripada orang
yang tidak bergaul dengan masyarakat dan tidak pula sabar menghadapi
gangguannya.”
Beliau menulis dalam syairnya:
Bila Allah mengujimu, bersabarlah
karena itu hak-Nya atas dirimu.
Dan bila Ia memberimu nikmat, bersyukurlah.
Siapa pun mengenal dunia, pasti akan yakin
bahwa dunia tak syak lagi
adalah tempat kesengsaraan dan kesulitan.
Habib
Abdullah tidak menyukai kemasyhuran atau kemegahan, beliau juga tidak
suka dipuji. “Banyak orang membuat syair-syair untuk memujiku.
Sesungguhnya aku hendak mencegah mereka, tetapi aku khawatir tidak
ikhlas dalam berbuat demikian. Jadi, kubiarkan mereka berbuat
sekehendaknya. Dalam hal ini aku lebih suka meneladani Nabi saw, karena
beliau pun tidak melarang ketika sahabatnya membacakan syair-syair
pujian kepadanya.”
Suatu hari beliau berkata
kepada orang yang melantunkan qoshidah pujian untuk beliau, “Aku tidak
keberatan dengan semua pujian ini. Yang ada padaku telah kucurahkan ke
dalam samudra Muhammad saw. Sebab, beliau adalah sumber semua
keutamaan, dan beliaulah yang berhak menerima semua pujian. Jadi, jika
sepeninggal beliau ada manusia yang layak dipuji, maka sesungguhnya
pujian itu kembali kepadanya. Adapun setan, ia adalah sumber segala
keburukan dan kehinaan. Karena itu setiap kecaman dan celaan terhadap
keburukan akan terpulang kepadanya, sebab setanlah penyebab pertama
terjadinya keburukan dan kehinaan.”
Beliau tak
pernah bergantung pada makhluk dan selalu mencukupkan diri hanya dengan
Allah. “Dalam segala hal aku selalu mencukupkan diri dengan kemurahan
dan karunia Allah. Aku selalu menerima nafkah dari khazanah
kedermawanan-Nya.” Beliau juga berkata, “Aku tidak melihat ada yang
benar-benar memberi, selain Allah. Jika ada seseorang memberiku
sesuatu, kebaikannya itu tidak meninggikan kedudukannya di sisiku,
karena aku menganggap orang itu hanyalah perantara saja.”
Karya dan Kata Mutiara
Meski buta dan sangat sibuk berdakwah, beliau masih sempat menulis buku-buku berikut:
01.   An-Nashôihud Dîniyyah
02.   Ad-Da’watut Tâmmah
03.   Risâlatul Mu’âwanah
04.   Al-Fushûlul ‘Ilmiyyah
05.   Sabîlul Iddikâr
06.   Risâlatul Mudzâkarah
07.   Risâlatul Murîd
08.   Kitâbul Hikam
09.   An-Nafâisul Uluwiyyah
10. Ithâfus Sâil
Karya-karya
beliau sarat dengan inti sari ilmu syariat, adab Islami dan tarekat,
penjabaran ilmu hakikat, menggunakan ibarat yang jelas dan tata bahasa
yang memikat. Semuanya ditulis dengan bahasa yang mudah dipahami.
Berisi ajaran tasawuf murni. “Aku mencoba menyusunnya dengan ungkapan
yang mudah, supaya dekat dengan pemahaman masyarakat, lalu kugunakan
kata-kata yang ringan, supaya segera dapat dipahami dan mudah
dimengerti oleh kaum khusus maupun awam.”
Beliau
selalu bersungguh-sungguh dalam beribadah. Senantiasa menyertakan amal
di samping ilmunya. Pada masa bidâyah-nya (permulaannya ) setiap malam
beliau mengunjungi seluruh mesjid di kota Tarim untuk beribadah. Salah
seorang yang tinggal berdampingan dengan mesjid tempat beliau ra biasa
salat mengatakan, “Setiap malam, ketika penduduk kota ini telah lelap
dalam tidurnya, aku selalu mendapati beliau berjalan ke mesjid.”
Sahabat
beliau menceritakan, “Suatu hari aku berziarah bersama beliau ke makam
Nabiyullôh Hud as. Malam itu seekor kalajengking menyengatku sehingga
aku terjaga semalaman. Aku amati malam itu beliau tidak tidur, asyik
beribadah sepanjang malam. Waktu kutanyakan hal itu, beliau menjawab
bahwa telah tiga puluh tahun lamanya beliau berbuat demikian.
Meskipun
Habib Abdullah amat gemar beribadah, beliau tidak suka menceritakan
atau memperlihatkan amalnya, kecuali bila keadaan sangat memaksa dan ia
ingin agar amal salehnya itu diteladani. Beliau berkata, “Aku sengaja
tidak memperlihatkan amal ibadahku, meskipun — alhamdulillâh — aku
tidak khawatir terkena riya`. Akan tetapi, sebagaimana dikatakan oleh
Ash-Shiddîq (Nabi Yusuf as): “Aku tidak membebaskan diriku (dari
kesalahan), karena nafsu itu selalu mengajak berbuat kejahatan…”
Seseorang
pernah menggambarkan kedudukan beliau dalam dunia tasawuf dengan
ungkapan yang indah, yaitu: Dalam dunia tasawuf Imam Al-Ghazali ibarat
pemintal kain, Imam Sya’rani ibarat tukang potong dan Sayid Abdullah
bin Alwi Al-Haddad adalah penjahitnya.”
Penganut
Madzhab Syafi‘i, khususnya di Yaman, berkeyakinan bahwa Habib Abdullah
Al-Haddad adalah mujaddid (pembaharu) abad 11 H, pendapat ini
difatwakan oleh Ibnu Ziyad, seorang ahli fiqih terkemuka di Yaman yang
fatwa-fatwanya disejajarkan dengan tokoh-tokoh fiqih seperti Imam Ibnu
Hajar dan Imam Ramli.
Beliau ra merumuskan
bacaan dzikir yang dinamainya wirid Al-Lathîf. Wirid ini telah tersebar
hampir ke seluruh penjuru Dunia: Mekah, Madinah, Hijaz, Afrika,
Indonesia, Malaysia, Eropa, Amerika dll. Di Indonesia, wirid ini nyaris
menjadi bacaan yang diwajibkan oleh guru-guru pesantren. Tidak sedikit
dari mereka yang enggan beranjak dari tempat duduknya setelah salat
Subuh, sebelum menyelesaikan wirid ini. Wirid ini hampir menjadi bacaan
resmi umat Islam di pagi hari. Wiridnya yang lain, yang juga tak kalah
masyhurnya, adalah Ratib Haddad.
Demikianlah
Habib Abdullah Al-Haddad menghabiskan umurnya. Beliau menuntut ilmu dan
mengajarkan; berdakwah dan mencontohkan. Sampai akhirnya pada Selasa
sore, 7 Dzulqaidah 1132 H di kota Tarim ini juga, beliau ra kembali
menghadap Yang Kuasa, meninggalkan banyak murid, karya dan nama harum
di dunia. Di kota itu pula, di pemakaman Zanbal, beliau ra dimakamkan.
Semoga Allah memberinya kedudukan yang mulia di sisi-Nya dan memberi
kita manfaat yang banyak dari ilmu-ilmunya.

al-fanshuri-kenaliulama.blogspot.com

Napak Tilas Nur Muhammad

Bagian Pertama.

Sang Cahaya, Dari Adam samapai  ‘Adnan

” Tak henti-hentinya Allah, yang Mahaperkasa dan Mahaagung, memindahkannya dari rangkaian tulang sulbi yang mulia dal melewati rahim-rahim yang suci….. “


Saat bulan Maulid tiba, umat Islam di berbagai belahan dunia menyambut dengan penuh suka cita. Disana-sini, mereka merayakan momentum datangnya bulan kelahiran Rasulullah SAW ini dengan berbagai cara dan beragam ekspresi. Ketika itu, mereka memperdengarkan perjalanan hidup sang Manusia Teladan, disamping juga mengisahkan detik-detik kelahirannya. Kesemuanya itu diselenggarakan dengan harapan agar umat dapat bercermin dari keteladanan hidup Rosulullah SAW dan semakin menambah kecintaan kepada nya.

Selain itu, ada pula yang mengulas seputar sejarah penciptaan Cahaya rosulullah SAW, yang diyakini sebagai awal mula keberadaan segala mahluk ciptaan Allah SWT, atau yang Populer dengan istilah Nur Muhammad.

Membicarakan Nur Muhammad tak terlepas dari sebuah Hadist yang diriwayatkan oleh Abdurrozzaq Bin Umar Bin Muslim Ad-Dimsyiqi As-Shan’anni ( 126-211 H/744-826 M ), yang menceritakan kala sahabat Jabir Bin Abdullah Al-Anshori RA bertanya kepada Rosulullah SAW, ” Demi ayah dan ibuku, Ya Rosulullah, beri tahukanlah kepadaku sesuatu yang pertama kali diciptakan oleh Allah sebelum yang lainnya”

Maka Rosulullah menjawab : ” Wahai Jabir, sesungguhnya Allah telah menciptakan nur Nabimu, Muhammad, dari Nur-Nya, Sebelum dia menciptakan segala sesuatu.”

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Asy Syaikh Yusuf Bin Ismail An-Nabhani dalam kitab Al- Anwarul Muhammadiyyah, konsep Nur Muhammad itu memiliki dua sisi.

1. Sebagai Konsep mahluk yang pertama diciptakan, kemudian segala sesuatu tercipta darinya.

2. Dari hakikat Nur Muhammad yang Allah letakkan kepada diri Nabi Adam AS, kemudian berpindah kepada Siti Hawa, lalu kepada Putranya, Syith AS, dan Terus berpindah – pindah kepada para Nabi dan orang-orang suci yang tak lain adalah para Leluhur Nabi MUhammad SAW.

Banyak riwayat dan penjelasan dari para ulama yang mengisahkan perjalanan cahaya nan agung itu. Tulisan ini mencoba mengumpulkannya, mulai dari keterangan awal penciptaan nya hingga perpindahan nya dari generasi ke generasi.

Bersambung ( Lanjut ke Bagian ke dua )

Di tulis oleh : Ang E Man Wa Soleh.